A. Latar Belakang
Hak Asasi Manusia merupakan hak yang melekat pada setiap
manusia mulai ia dilahirkan hingga ia menutup mata, dan tidak dapat diganggu
gugat oleh siapapun. Sebagai sesama manusia dan warga negara yang berkehidupan
di tanah yang satu seharusnya kita sangat menjunjung tinggi Hak Asasi manusia
tanpa membedakan status, golongan, ataupun jabatan.
Sepanjang
sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua orang memiliki penghargaan yang
sama terhadap sesamanya. Ini yang menjadi latar belakang perlunya penegakan hak
asasi manusia. Manusia dengan teganya merusak, mengganggu, mencelakakan, dan
membunuh manusia lainnya. Bangsa yang satu dengan semena-mena menguasai dan
menjajah bangsa lain. Untuk melindungi harkat dan martabat kemanusiaan yang
sebenarnya sama antarumat manusia, hak asasi manusia dibutuhkan.
Di
Indonesia ada beberapa pasal yang mengatur tentang penegakan Hak Asasi Manusia
seperti pada pasal Pasal 27 ayat
1 "Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya" yang mengatur
mengenai persamaan dalam hukum. Lalu di
pasal 28 mengenai hak untuk berkumpul, di pasal 29 ayat 1 mengenai kebebasan
memeluk agama, pasal 31 ayat 1 mengenai hak dalam mendapatkan pendidikan.
Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup
di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia
telah menjadi tekad dan komitmen yang kuat dari segenap komponen bangsa
terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu ditandai dengan
membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih baik.
Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia, dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Pada tahun 2005, pemerintah meratifikasi dua
instrumen yang sangat penting dalam penegakan HAM, yaitu Kovenan Internasional
tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjadi Undang-Undang No.
11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik
(ICCPR) menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 2005.
Masih banyaknya kasus pelanggaran
terhadap Hak Asasi Manusia dan siapa pelaku yang sebenarnya harus bertanggung
jawab, padahal Indonesia sudah berganti
presiden yang selalu berjanji untuk menuntaskan pelanggaran terhadap kasus HAM.
Komisi orang hilang dan tindak kekerasan (KontraS) menilai pemerintahan Susilo
Bambang Yudhono yang telah berlangsung selama satu dekade memiliki suatu
kealpaan besar. Kasus-kasus pelanggaran HAM masih belum ada yang diselesaikan.
Masih teringat jelas janji SBY dibenak Suciwati istri
dari aktivis Munir yang malam itu hadir di Grand Studio, SBY berjanji pada
dirinya untuk menegakkan HAM. Namun sinar itu kian padam seiring lengsernya SBY
tanpa realisasi janji.
Memasuki masa pemerintahan baru, kita semua berharap
presiden terpilih Joko Widodo mampu mengusut kasus pelanggaran terhadap HAM
dimasa lalu dan membuat batu pijakan
terhadap penegakan dan pengadilan HAM di
Indonesia. Setidaknya ada tujuh kasus yang kita harapkan komitmen pemerintah untuk menyelesaikannya, ketujuh
kasus tersebut diantaranya Trisakti Semanggi I dan II, kasus kerusuhan Mei
1998, kasus Talangsari, kasus penghilangan paksa 1998-1999, pembunuhan
misterius, tragedi 1965, dan kasus Wasior di Wamena,Papua.
Tak hanya itu, di Sumatera
Utara juga terdapat banyak kasus HAM yang terjadi dan belum terungkap hingga
saat ini, masih sedikit yang tahu apa itu sebenarnya Hak Asasi Manusia dan
kemana harus melapor serta bagaimana tata cara penyelesaiannya. Berangkat dari
hal itu kami juga mengundang Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Medan dan Komnas HAM
untuk ikut terlibat dalam membahas mengenai Hak Asasi Manusia serta peranan LBH
dalam membantu menangani kasus pelanggaraan terhadap HAM.
Ketidak sanggupan
pemerintah dalam menyelesaikan kasus penegakan Hak Asasi Manusia, serta tidak
adanya keberanian dan masih banyaknya orang-orang di orde baru yang masih
menjabat dan mempunyai pengaruh di pemerintahan sekarang membuat penegakan
terhadap Hak Asasi Manusia yang dilanggar seperti jalan di tempat
B. Bentuk Acara:
Diselenggarakan
dalam bentuk seminar dimana narasumber memaparkan materi yang berkenaan dengan
tema sesuai dengan kompetensinya masing-masing.
C. Peserta :
Peserta dari acara ini
adalah mahasiswa, masyarakat umum, pemerhati HAM, dan penegak hukum dari
provinsi Sumatera Utara maupun dari luar provinsi.
D. Target
dan Arahan materi :
Beberapa hal yang akan dibahas dalam materi ini
adalah:
1) Memberikan gambaran
kondisi umum mengenai kasus pelanggaran HAM di
masa lalu seperti kasus pembunuhan Munir, Trisakti
Semanggi I dan II,kasus kerusuhan Mei 1998,kasus Talangsari,kasus penghilangan
paksa 1998-1999,pembunuhan misterius, tragedi 1965,dan kasus Wasior di
Wamena,Papua dan siapa yang bertanggung jawab (KontraS)
2) Memberikan
gambaran isu kekinian dan perkembangan program-program pemerintah terhadap penegakan HAM.
3) Memberikan penjelasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBH) dalam
membantu para korban kasus penegakan HAM
4) Memberikan
pemahaman kepada para peserta tentang apa saja yang termasuk pelanggaran
terhadap HAM.
5) Peranan TNI dan Polri dalam penegakan pelanggaran
HAM di Indonesia.
E. Tujuan Umum
1. membahas tentang kasus
kekerasan dimasa lalu yang sampai hari ini masih belum terungkap siapa yang
seharusnya bertanggung jawab
2. Mengetahui
konsisi kekinian mengenai peranan lembaga yang ada sepeerti KontraS, Komnas HAM, LBHI, TNI dan Polri
dalam membantu penegakan Hak Asasi Manusia.
F. Waktu dan Tempat :
Waktu pelaksanaan kegiatan ini adalah :
Hari/Tanggal : Rabu, 11 Februari 2015
Pukul
: 08.00 s.d. 13.00 WIB
Tempat :
Auditorium Kampus III UMSU.
G. Penutup :
Term of Reference ini disusun sebagai kerangka acuan
dalam materi Seminar Nasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar